Jumat, 19 Juni 2015

Detonation Kill Power And Kill Your Engine !

Ini bukan judul lagu, tetapi emang kenyataan bahwa detonasi bisa ngerusak mesin. Gimana cara mengatasinya? Sabar… Kemampuan suku cadang mesin menahan beban rasio kompresi tinggi dapat diukur dari beberapa faktor, desain kubah ruang bakar, material cylinder head, lapisan ruang bakar, material piston, bahan pembuat dinding liner, material klep, nilai rating busi -semakin panas suhu kerja mesin maka penggunaan busi ideal dengan nilai tinggi, semakin tinggi rasio kompresi penggunaan busi cenderung membutuhkan elektroda kecil yang memiliki voltase kuat dan fokus- Sekali aspek mekanis dalam mesin diperbaiki, maka variabel utama yang mebatasi tetep : KETERSEDIAAN BAHAN BAKAR DENGAN NILAI OKTAN TINGGI. Semakin tinggi nilai oktan = semakin tahan terhadap detonasi dan kemampuan toleransi terhadap tekanan kompresi. 



Dongeng diatas memunculkan pertanyaan yang seharusnya ada di pikiranmu, Seberapa tinggi seharusnya Rasio Kompresi mesin yang akan saya bangun? Kalaupun kamu mengetahui seluk beluk detail mesinmu dan memutuskan bahan-bakar apa yang bisa kamu peroleh dan akan kamu pakai, pertanyaan itu tetap tidak bisa terjawab dalam sekejab. Tanya Kenapa? Karena tanpa referensi ataupun data dari spesifikasi noken as, RASIO KOMPRESI TIDAK BERARTI APA-APA!!! Lho, kok bisa? Dynotest yang akan membuktikan silahkan patok rasio kompresi yang sama dengan camshaft yang berbeda, gampangnya gini, mesin standard, upgrade pake camshaft A, B, C… Pasti efeknya berbeda-beda! Well… dimana bedanya, kem mana yang memiliki performa paling oke di rentang RPM berapa.

Berpikir tentang bagaimana siklus sebuah mesin dan bagaimana dulu guru-guru kita mengajarkan proses mesin 4 langkah. Power stroke sudah selesai dan piston mulai bergerak naik ke atas. Klep masuk pastinya tertutup dan klep buang sudah terbuka. Seketika piston bergerak naik sekaligus membantu mendorong gas buang ke exhaust port. Sesaat sebelum piston mencapai TMA klep intake sudah mulai terbuka *disini point penting seringkali piston bertabrakan dengan klep adalah saat proses overlaping karena per klep floating, Piston berada pada TMA saat kedua klep terbuka sedikit untuk mendinginkan mesin. Kemudian piston bergerak turun dan klep buang tertutup sempurna dibarengi terbukanya klep hisap lebar-lebar. Gas segar masuk dengan sempurna ke dalam silinder. Sampailah piston di TMB dan ancang-ancang untuk melakukan langkah KOMPRESI! Inilah poin kritis kedua sebelum kita memahami Rasio Kompresi Dinamis (RKD).



Saat piston TMB, semua tahu klep intake masih terbuka. Akibatnya, meki piston sudah mulai bergerak naik, belum terjadi sedikitpun KOMPRESi karena klep intake masih terbuka. Kompresi baru dimulai jika dan hanya jika klep intake sudah tertutup penuh sempurna tentu saja klep exhaust juga masih kondisi tertutup. Dan saat itulah campuran udara/bahan bakar dipadatkan! Rasio kompresi saat klep intake benar-benar sudah tertutup itulah yang dinamakan Rasio Kompresi Dinamis.

RKD adalah kondisi pemadatan udara-bahan bakar yang sesungguhnya harus dihitung, bukan RK saja. Karena eh karena RKD tergantung pada derajat klep menutup, maka cam spec memiliki banyak effect dalam RKD sebagaimana spesifikasi teknis motor. RKD nilainya pasti lebih rendah dibanding RK. Kebanyakan mesin street performance dan semi-race motor memiliki RKD pada rentang 8 – 9 : 1. Untuk balap biasanya ada di 9,5 – 10,5 : 1.  Mesin dengan camsahft “kecil” akan butuh RK lebih rendah untuk mencegah detonasi. Mesin dengan cam “besar” dengan klep intake yang semakin lambat menutup bisa saja aplikasi rasio kompresi tinggi. Jika bisa mendapatkan VP Racing fuel maka sah-sah saja memakai RKD dan RK lebih tinggi. Tentu saja, motor balap dengan Cam Gemuk bisa dipahami mereka bisa melewati rasio kompresi diatas 13,5 : 1. karena eh karena cam mereka memiliki durasi overlaping lebih lama, yang berarti proses pendinginan mesin lebih lama serta RKD yang tetap proporsional artinya tidak terlalu kempos.

Durasi noken as secara riil akan mempengaruhi performa sebuah mesin, sebagai contoh ketika kita memilih noken as berdurasi 310 derajat, kemudian kita ukur dengan dial gauge ternyata… Noken as ini memiliki data in close, 80 derajat sesudah piston bergerak naik dari Titik Mati Bawah. Berarti sisa untuk langkah kompresi tinggal berapa anak-anak? Hah!? berapa? 90 derajat? Budi! Ayo berdiri di depan kelas sambil angkat kakinya dua-duanya…

Setiap siklus dalam mesin 4 langkah terjadi memakan proses sebanyak 180 derajat kruk as, sehingga langkah kompresi hanya tinggal 180 – 80 derajat = 100 derajat! Pinter… Nah, berarti langkah kompresi kita gak 100 persen dong? Ya iya lah… tadi kan diatas udah dijelasin kalau nilai RKD pasti lebih kecil dari RK. Gampangnya jika langkah kompresi diprosentasekan maka 100 / 180 derajat x 100 % = 55 %. Jadi jika kita punya mesin dengan RK 10 : 1 maka rasio kompresi sesungguhnya tinggal 5.5 : 1, gitu? Gak segampang itu…

Menghitung RKD membutuhkan beberapa data, dan kalkulator tentunya, masa pake sempoa? Pertama, nilai stroke setelah klep intake benar-benar menutup harus didapat. Ini perlu tiga input : Intake Valve Closing Point, Panjang Connecting Rod, Langkah sesungguhnya, dan beberapa rokok biar ga bosen ngitung hehehe…

Daripada ribet-ribet ngitung tinggal klik aja di http://www.wallaceracing.com/dynamic-cr.php tinggal input-input data dan klik, jadi deh…

Misal motor Yamaha Jupiter z spec drag 130cc , dengan diameter piston 55.2mm , stroke 54mm, panjang rod 96mm, inlet close pada 90 ABDC. Maka inputnya adalah Bore = 55.2 / 25.4 (dari mm dipindah ke inch) = 2.173 inches, Stroke = 54/25.4 = 2.12 inches, Rod length = 3.77 inches, static comression ratio 14,5 : 1, inlet valve close 90 derajat setelah TMB. Klik tombol calculate, maka hasilnya adalah :
Static compression ratio of 14.5:1.
Effective stroke is 1.22 inchesra.
Your dynamic compression ratio is 8.75:1

Baca Juga

0 komentar:

Posting Komentar


iklan

 

Copyright © Informasi Otomotif. All rights reserved. Template by CB Blogger & Templateism.com