Rabu, 16 September 2015

Honda Mobilio Jadi Armada Taksi, Apa Saja Yang Berbeda?

Honda Mobilio akhirnya resmi menjadi mobil taksi Blue Bird. Armada baru ini telah dioperasikan sementara untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Lalu apa yang berubah dari Mobilio versi taksi ini?

Menurut Head of Public Relation Blue Bird Group Teguh Wijayanto, kehadiran Mobilio menjadi semakin menarik perhatian. Pasalnya, meski menjadi taksi, namun tidak banyak berubah dari model passanger yang saat ini dimiliki masyarakat pada umumnya. 




"Mungkin kalau dilihat yang paling beda yah warna dan ada mahkotanya,” ungkap Teguh disambung tawa saat berbincang kepada VIVA.co.id dalam sambungan telepon, Jumat 28 Agustus 2015.

Namun Teguh menyatakan, yang membuat berbeda dengan Mobilo pada umumnya tentunya ada tambahan dari perangkat elektronik yang diterapkan Blue Bird, seperti perangkat GPS, argo, serta aplikasi Mobille Data Terminal (MDT).

"Dengan MDT, tamu (penumpang) tidak perlu menelepon untuk memesan taksi, namun dengan cara mendownload aplikasi ini maka konsumen akan langsung memesannya kepada sopir taksi yang bersangkutan,” ujar Teguh.

Teguh juga menambahkan, tarif yang dipatok untuk menggunakan jasa Blue Bird Mobilio tidak berbeda dengan tarif reguler Blue Bird maupun Pusaka yang selama ini menggunakan mobil Vios.

"Taksi jika regular sedan pakai engkol untuk buka jendela, maka untuk Mobilio ini telah menggunakan power window. Pada intinya, Honda tidak membuat spesifikasi khusus untuk Blue Bird dan kita juga tidak minta,” jelas Teguh.

Dia melanjutkan, dengan adanya Blue Bird Mobilio tentunya daya angkut penumpang lebih banyak. Akan tetapi, tetap saja daya tampung harus sesuai dengan aturan termasuk tetap menjaga keamanan dan keselamatan penumpang dan sopir.

 (Sumber: Viva News)

Kilas Balik Kejayaan Road Race Indonesia: Pertarungan CDI Programable Rextor, BRT, XP 202 Dan Cheetah

korek motor tidak bisa lepas dari pengapian,Setelah sebelumnya melakukan tes optimalisasi bahan bakar dengan berbagai macam produk pengirit bahan bakar yang di rancang oleh Hendry Martin, ST. Kali ini Otonetters, komunitas member di Forum OTOMOTIFNET.COM kembali mengibarkan bendera Otoneters Indepnedent Tester dengan melakukan pengetesan CDI programmable untuk Honda Supra X125. 


Sekaligus dipilih 4 merek dalam pengetesan ini yaitu BRT, Rextor, XP202 dan Cheetah Power. Syaratnya harga jual masing-masing CDI yang diiukutkan dalam komparasi ini harus tidak lebih Rp 500 ribu. Harga ini paling ideal untuk kebutuhan korek harian atau sekedar plug & play pada motor dengan spek standar. 


Pengetesan CDI berlangsung cukup panjang dari akhir Februari hingga awal April saat itu. Panjangnya waktu disebabkan ada empat variable pengetesan yang dites secara terpisah. Yaitu, peak rpm untuk mencari siapa yang punya limiter paling tinggi. Kemudian ada tes akselerasi dengan menggunakan alat ukur Racelogic.

Dilanjutkan dengan melakukan tes konsumsi bahan bakar dan terakhir tes power dan torsi dengan dyno tes. Tujuan pengetesan ini dalam beberapa tahapan terpisah, bukan untuk mencari siapa yang terbaik diantara keempat CDI tersebut. Tapi lebih berfungsi untuk memetakan mana yang terbaik sesuai kebutuhan konsumen. Mengingat tiap CDI memiliki karakter yang berbeda satu sama lain.

Motivasi konsumen dalam memilih CDI pun berbeda-beda. Ada yang mengganti CDI sekedar karena mencari tenaga besar tapi ada juga yang hanya ingin akselerasi motornya makin ngacir atau malah ingin konsumsi bahan bakarnya semakin irit. So, mari ikuti ringkasan dari empat proses pengetesan ini.

Pengetesan ini dilakukan pada sebuah Honda Supra X125 pinjaman dari PT Astra Honda Motor (AHM) dalam kondisi benar-benar baru dan standar tanpa ubahan apapun. Juga dipilih tiga tester untuk menjalani semua rangkaian pengetesan. Dua dari member Forum OTOMOTIFNET.com (Bintang Pradipta dan Spidlova) dan satu wakil dari redaksi OTOMOTIFNET.com (Popo).

Dalam keseluruhan pengetesan ini digunakan kurva yang telah direkomendasikan oleh masing-masing produsen CDI. BRT meminta klik kurvanya disetting di posisi angka 8 yang artinya timing pengapian di atur pada 35 derajat sebelum titik mati atas. Rextor memilih kurva ditaruh di posisi angka 0. Sedang Cheetah Power menyarankan untuk menggunakan kurva pertama. Dan XP202 karena tidak memiliki pilihan kurva maka langsung colok.

Pengetesan Tahap 1 : Siapa Limiter Tertinggi?

Bertempat di bengkel Otomotif Service Station (OSS), pengukuran dilakukan dengan rpm meter merek BRT. Suhu mesin dipatok 70 derajat celcius dengan toleransi 5 derajat celcius. Masing-masing CDI dapat giliran digeber dua sampai tiga kali. Hasilnya saat di gas pada putaran mesin( rpm) paling tinggi, semua CDI ini mampu membuat mesin berteriak lebih dari 12.000 rpm. Bandingkan dengan CDI standar yang hanya bermain di angka 9.000 rpm.

Pengetesan Tahap 2:
 Siapa Akselerasi Tercepat?

Bertempat di depan kantor OTOMOTIFNET.com pengetesan akselerasi dimulai pada jam 11 malam saat kondisi jalan sudah benar-benar lengang. Panjang lintasan sekitar 300 meter, 200 meter untuk pengetesan dan 100 untuk jarak pengereman. Panjang trek ini mirip panjang lintasan drag bike yang panjangnya 201 meter.

Kondisi mesin tetap standar tanpa ubahan apapun. Dan semua tester (Bintang pradipta, Spidlova dan Popo) punya kesempatan 2 kali running untuk tiap CDI. Hasil di bawah ini diambil catatan waktu terbaik untuk 100m dan 200m. Catatan waktu selama pengetesan ini diukur dengan alat ukur Racelogic.

CDI StandarSpidlova
Distance(m)            Time(s)
0-100                     10.0
0-200                     14.7
Bintang Pradipta
0-100                     11.7
0-200                     16.7
Popo
 
0-100                     09.0
0-200                     14.1

CDI BRT Neo ClickSpidlova
Distance(m)            Time(s)
0-100                     10.3
0-200                     15.1
Bintang Pradipta
0-100                     09.4
0-200                     14.2
Popo
0-100                     08.5
0-200                     13.3

CDI Cheetah Power CP 400Spidlova
Distance(m)              Time(s)
0-100                     08.1
0-200                     12.9
Bintang Pradipta
0-100                     09.6
0-200                     14.6
Popo
0-100                     09.3
0-200                     14.4

CDI XP
Spidlova
Distance(m)             Time(s)
0-100                     09.5
0-200                     14.4
Bintang Pradipta
0-100                     09.7
0-200                     14.6
Popo
0-100                     09.1
0-200                     14.0

CDI REXTOR
Spidlova
Distance(m)              Time(s)
0-100                      10.6
0-200                      15.4
Bintang Pradipta
0-100                      09.6
0-200                      14.5
Popo
 
0-100                      09.2
0-200                      14.1

Pengetesan Tahap 3:
 Sipa Konsumsi Bahan Bakar Teririt?

Pengukuran konsumsi bahan bakar dilakukan dengan menggunakan burette (gelas ukur), cara pengetesannya dengan melihat siapa yang paling cepat menghabiskan 100ml bensin. Secara sederhana dari hasilnya bisa dilihat, yang cepat habis berarti boros sedang yang lama abisnya berarti irit.

Saat pengetesan motor dalam keadaan diam dengan suhu mesin dipatok pada kurang lebih 70 derajat celcius. Dan putaran mesin dibuat statis pada 5000rpm. Pengukuran dilakukan dengan 3 stopwatch yang dipegang oleh Arseen lupin, Nanda, dan David. Didapat hasil rata-rata sebagai berikut:

CDI Standar                     : 1 menit 16 detik
CDI BRT Neo Click               : 1 menit 25 detik (penghematan 11,84%)
CDI Cheetah Power CP 400        : 1 menit 22 detik (penghematan 7,89%)
CDI XP                          : 1 menit 15 detik (lebih boros 1,31%)
CDI Rextor                      : 1 menit 17 detik (penghematan 1,31%)

Pengetesan Tahap 4:
 

Siapa Power Tertinggi?

Test terakhir ini dilakukan di dynamometer bermerek Dyno Dynamic milik bengkel Khatulistiwa dikawasan Jl Pramuka, Jakarta Timur. Pengetesan dyno dilakukan tanpa ubahan apapun pada motor. Bahkan settingan angin dan bensin pada karburator dibuat seragam meski gonta ganti CDI. Pengetesan dilakukan 2 kali, dengan spuyer standar dan dengan spuyer yang sudah naik satu step dari standar. Ukuran 35/75 menjadi 38/78.

CDI juga tetap menggunakan pilihan klik/kurva yang sama dengan 3 test sebelumnya. Pada pengetesan ini suhu mesin dipatok seragam pada 90 derajat celcius sebelum mesin digas. Berkat blower yang dipasang di dekat blok silinder suhu mesin selama pengetesan bisa stabil dikisaran 100-110 derajat celcius. Dan tiap CDI punya kesempatan 5 kali run. Hasil yang diperoleh cukup mencengangkan.

Sesi pertama tanpa jeting
Max Power CDI Standar       : 8 dk
Max Power CDI XP            : 7,8 dk
Max Power CDI Rextor        : 7,9 dk
Max Power CDI Cheetah Power : 7,3 dk
Max Power CDI BRT           : 7,7 dk


Sesi kedua dengan jeting
Max Power CDI Standar       : 7,4 dk
Max Power CDI XP            : 6,1 dk
Max Power CDI Rextor        : 7,5 dk
Max Power CDI Cheetah Power : 6,8 dk
Max Power CDI BRT           : 7,3 dk


Minggu, 06 September 2015

Varian Langka Mercedes Benz 140 D29 Di Batam

Saya menemukan sebuah postingan dari sdr Rendy Baskhara Kuningan di forum Sejarah Transportasi di dunia maya Facebook, yakni sebuah varian langka Mercedes Benz 140D29 yang thread nya bisa di lihat di sini. Berdasarkan uji type oleh Kementrian Perindustrian mobil tersebut bermesin 2874 CC dan mampu mambawa 10 penumpang. Mobil tersebut di import oleh PT. Forbitas Intitama Prima Jl. Batu Tulis No. 13 Kb. Kelapa - Gambir dengan nomor pendaftaran No. 1264/DJ-ILMEA/TPT/IX/2002 Tgl. 09-09-2002 yang bisa dilihat di sini dan TPT Online di sini. Kemungkinan Mercedes Benz 140 D29 ini kalau gak salah rakitan Korea oleh Ssangyong Istana dan kemungkinan ini adalah eks. Singapore. Kemungkinan maksud D29 itu diesel 2900cc 5 cilynder. 



Screenshot Uji Type dari Kementrian Perindustrian untuk varian Mercedes Benz 10 D29 



Foto interior dari Mercedes Benz 140 D29 








Sejarah Mercedes Benz 140 D29 
Unttuk sejarah varian Mercedes Benz 140 D29 ini saya kutip dari situs Wikipedia
Pada tahun 1999, Daimle rChrysler Australia / Pacific memperkenalkan MB100 dan MB140 (Model tipe 661), turunan yang lebih besar dari MB100 ke pasar Australia dan Pasifik. Van tersebut diproduksi di bawah lisensi Mercedes Benz oleh SsangYong, versi re-badged disebut SsangYong Istana. Untuk pasar Pasifik baik MB100D maupun MB140D. sementara MB100 menggunakan versi berlisensi dari naturally aspirated 2.9L OM602 I5 dari Mercedes dikawinkan dengan transmisi manual 5 speed dan MB140 menggunakan mesin bensin Mercedes M111 2.3L yang dikawinkan dengan kecepatan 5 juga. 

Pada akhir 2004, Shanghai Huizhong Otomotif Manufacturing Co, Ltd mengambil alih saham utama di divisi mobil Ssangyong dan mulai memproduksi versi ini dan didesain ulang dari MB140 untuk pasar Pasifik.

Kamis, 03 September 2015

Cara Mengatasi Tenaga Drop Honda Supra 125 Tiap Pindah Gigi 3 Ke 4

Honda Supra x 125 memang laku keras di pasaran. Hal ini tak lepas dari image honda yang sudah begitu melekat di masyarakat indonesia. Mengedepankan kata "irit" nampaknya menjadi senjata ampuh untuk menyedot perhatian konsumen khususnya dari indonesia. Honda supra x 125 unggul jauh dari hal pemasaran dari pesaing-pesaingnya. Namun dibalik itu banyak kalangan yang mengeluhkan kenapa supra x 125 ini tidak kuat untuk nanjak? Untuk itu saya akan coba berikan alasan dan solusinya berikut ini. 


Honda Supra X 125 adalah sebuah motor berkapasitas 125 cc dengan daya maksimum 9.8 P.S pada putaran 7500 rpm. Desainya yang elegan memang membuat honda supra x125 ini di sukai oleh banyak kalangan. Jika anda berada di perkotaan mungkin tidak menemukan banyak masalah jika menggunkan motor ini. Namun bagi anda yang berada di daerah pegunungan mungkin akan merasakan supra x 125 ini tidak bertenaga atau tidak kuat nanjak. Hal ini disebabkan oleh gear ratio dari supra x 125. Pada gigi pertama memiliki perbandingan 35/14, gigi ke-2 : 31/20, gigi ke-3: 23/20 dan di gigi ke-4 26/24. Pada gigi keempat honda supra x 125 ini memakai gigi over drive artinya jumlah gigi yang digerakan lebih kecil dengan gigi yang menggerakan atau istilahnya OVERDRIVE. Terus kenapa pabrikan membuat transmisi yang gak asik kaya gini? Tentu para insinyur memiliki maksud tertentu, yaitu gigi overdrive dipakai untuk penghematan pemakaian bahan-bakar dengan RPM relatif rendah apabila menemukan jalan yang sangat lurus dan panjang.


 Dengan melihat perbandingan gigi transmisi supra x 125 tersebut kita bisa ansumsikan bahwa motor ini memang di desain untuk wilayah di dalam kota. Jadi solusi untuk membuat supra x 125 agar kuat untuk tanjakan bisa dilakukan dengan mengganti gigi transmisinya, dengan menggunakan perbandingan gigi yang lebih ringan. Namun jika tidak mau yang repot-repot anda bisa mengganti pada final gearnya saja. Gear standar pada supra x 125 adalah 15 untuk gear depan dan 35 untuk gear belakang. Anda bisa mengganti gear belakang dengan ukuran 38.


Itulah cara mengatasi supra x 125 agar kuat untuk tanjakan. Dengan mengganti gear ratio pada gigi transmisi atau mengganti pada final gearnya maka supra x 125 anda tidak kalah dengan motor lainya untuk jalan yang menanjak. Namun demikian anda juga harus mempertimbangkan bahwa top speed dari supra x 125 akan berkurang akibat gigi gear yang digerakan semakin besar.

iklan

 

Copyright © Informasi Otomotif. All rights reserved. Template by CB Blogger & Templateism.com